Festival Seni dan Budaya Desa Sangia Berlangsung Meriah, Mahasiswa, Pemerintah dan Warga Bersatu Lestarikan Tradisi



WARTA BIMA,- Mahasiswa Kelompok 1 Program Mahasiswa Mengabdi (PMM) Bhaktiku Negeri–KKN Berdampak Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), berkolaborasi dengan Sanggar La Nggoli dan Dinas Perpustakaan Kearsipan Daerah Kabupaten Bima sukses menyelenggarakan Festival Pentas Seni dan Budaya selama dua hari penuh semangat 25-26 Juli 2025 di Lapangan Desa Sangia Kecamatan Sape, Kabupaten Bima NTB.

Festival yang mengusung tema “Literasi, Seni dan Budaya yang Cerdas, Kreatif, dan Penuh Inovatif”* ini menjadi panggung yang tidak hanya menyuguhkan hiburan, tetapi juga menghidupkan kembali semangat pelestarian budaya lokal yang selama ini mulai tergerus oleh arus globalisasi dan perkembangan zaman. Kegiatan ini menjadi contoh sinergi nyata antara pemuda, pemerintah daerah, serta masyarakat dalam mengangkat kembali seni dan kearifan lokal sebagai identitas yang patut dibanggakan.

Kegiatan festival dimulai dengan pawai budaya keliling desa yang menampilkan deretan busana adat, alat musik tradisional, dan ornamen khas Bima. Kegiatan ini melibatkan pelajar dari berbagai sekolah dan komunitas seni, memperlihatkan semangat gotong royong dan kecintaan terhadap kebudayaan daerah.

Usai pawai acara dilanjutkan dengan seremoni pembukaan yang berlangsung meriah dan khidmat. Sejumlah tokoh penting hadir, antara lain istri Bupati Bima, anggota DPRD Dapil Sape-Lambu, Camat Sape, Koordinator Wilayah (Koorwil) Pendidikan Kecamatan Sape, Ketua Sanggar La Nggoli, dan perwakilan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Bima. Hadir pula perangkat Desa Sangia, Danramil Sape, Satpol PP, serta para tokoh masyarakat dan komunitas seni dari berbagai desa sekitar.



Kehadiran para pemangku kebijakan ini menjadi bentuk dukungan moral sekaligus penguatan terhadap gerakan pelestarian budaya yang dilakukan dari tingkat akar rumput. Malam pertama festival menjadi puncak pertunjukan yang menyedot perhatian masyarakat. Panggung utama yang berdiri megah di Lapangan Desa Sangia menyuguhkan berbagai pertunjukan seni yang memikat. Penampilan dari siswa-siswi sekolah dasar hingga SMA di Kecamatan Sape dan Lambu menghiasi panggung dengan tarian tradisional khas Bima, yang dibawakan dengan penuh semangat dan makna simbolis.

Tidak hanya itu, fashion show busana adat turut mencuri perhatian penonton. Ragam motif tenun, warna-warna khas budaya Mbojo, serta kreativitas dalam desain dipertontonkan dalam balutan busana yang memukau. Sementara itu, penampilan cerita rakyat seperti legenda asal-usul daerah dan kisah pahlawan lokal ditampilkan dalam bentuk teatrikal yang menyentuh hati dan menggugah semangat kebangsaan.

Seluruh pertunjukan menjadi bukti nyata bahwa generasi muda masih memiliki antusiasme tinggi dalam mencintai budaya daerahnya, asalkan diberi ruang dan kepercayaan untuk mengekspresikan diri secara kreatif. Suasana malam festival begitu meriah, ratusan warga dari berbagai tingkat usia mulai anak-anak, remaja hingga orang tua memenuhi area lapangan untuk menikmati setiap penampilan dengan antusiasme tinggi. Sorak-sorai penonton kerap terdengar saat penampilan tertentu mengundang tawa, tepuk tangan atau rasa bangga.

Festival ini tidak hanya menampilkan pentas seni formal, pada malamnya juga dimeriahkan oleh penampilan grup komedi khas Mbojo, ‘Trio Salaja’, yang berhasil mencairkan suasana dengan banyolan-banyolan lokal yang dekat dengan keseharian masyarakat. Gelak tawa penonton pecah berkali-kali sepanjang penampilan mereka, menjadikan festival ini bukan hanya edukatif tapi juga penuh hiburan.

Sebagai bentuk apresiasi kepada masyarakat, panitia juga membagikan door prize menarik di sela-sela acara. Mulai dari alat rumah tangga, perlengkapan sekolah, hingga produk UMKM lokal dibagikan kepada penonton yang beruntung melalui undian. Hal ini menambah semarak suasana dan menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi masyarakat yang hadir bersama keluarga.

Koordinator PMM UMM, Ferry Anggriawan, menyampaikan apresiasi dan kebanggaannya atas antusiasme masyarakat serta dukungan dari berbagai pihak yang telah membuat acara ini berjalan sukses. "Seni adalah bahasa rakyat. Melalui festival ini, kami belajar bahwa budaya bukan sekadar warisan, tetapi identitas hidup yang harus dijaga bersama. Kami merasa terhormat bisa menjadi bagian dari proses pelestarian ini, dan berharap kegiatan seperti ini terus berlanjut dan diperkuat,” ungkapnya.



Ferry juga menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan implementasi nyata dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam aspek pengabdian masyarakat yang kontekstual, kolaboratif dan berdampak langsung terhadap masyarakat desa. 

Melihat tingginya partisipasi, semangat warga, serta nilai-nilai edukatif dan budaya yang terkandung dalam kegiatan ini, masyarakat dan pemangku kebijakan berharap agar Festival Pentas Seni dan Budaya Desa Sangia bisa menjadi agenda tahunan Kabupaten Bima, khususnya di wilayah timur seperti Kecamatan Sape dan Lambu. "Dengan penguatan dukungan lintas sektor, festival ini dapat menjadi wahana pelestarian budaya yang lebih besar, sekaligus mendorong potensi wisata budaya dan ekonomi kreatif lokal yang berkelanjutan," pungkas Ferry Anggriawan. (Red)