![]() |
Bimo Wijayanto |
WARTA BIMA,- Menteri Keuangan, Sri Mulyani melantik sejumlah pejabat eselon I di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia, termasuk Sekretaris jenderal dan staf ahli. Salah satu pejabat yang dilantik adalah, Bimo Wijayanto mendapat jabatan baru sebagai Dirjen Pajak menggantikan Suryo Utomo yang dilantik menjadi Kepala Badan Teknologi, Informasi dan Intelijen Keuangan Negara.
Pelantikan 22 orang pejabat eselon I pada lingkup Kementerian Keuangan RI yang berlangsung pada Jum,at 23 Mei 2025 tersebut dimulai dengan pembacaan Keputusan Presiden Nomor 83/TPA Tahun 2025. Setelah itu, Sri Mulyani mengambil sumpah jabatan para pejabat baru dimaksud.
Sebelum menjabat sebagai Dirjen Pajak, Bimo Wijayanto memiliki rekam jejak yang cukup mentereng di birokrasi, termasuk menjadi pejabat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kantor Staf Presiden (KSP). Ia juga pernah menjadi komisaris di beberapa BUMN, seperti PT Asuransi Jasindo, PT Inka Multi Solusi dan PT Phapros Tbk.
Dirjen Pajak yang baru, Bimo Wijayanto lahir di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, pada 5 Juli 1977. Ia merupakan alumni SMA Taruna Nusantara dan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan gelar Sarjana Akuntansi. Ia juga melanjutkan studi S2 di University of Queensland dan S3 (Ph.D in Economics) di University of Canberra, Australia. Selain itu, ia juga menempuh studi post-doctoral di Duke University Amerika Serikat.
Bimo Wijayanto sangat berperan dalam Reformasi Perpajakan, selalu fokus pada peningkatan kepatuhan pajak secara sukarela. Ia juga dikenal sebagai sosok yang mendorong pentingnya kepatuhan sukarela wajib pajak melalui sistem berbasis digital dan pelayanan yang lebih transparan. Selain itu, yang menjadi perhatian utamanya adalah kelanjutan implementasi sistem Coretax untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak.
Sederet prestasi yang diraih oleh Bimo Wijayanto ini menunjukkan latar belakang akademis yang kuat, pengalaman birokrasi yang luas dan komitmen terhadap reformasi perpajakan di Indonesia.
Sebagai Dirjen Pajak yang baru, Bimo Wijayanto menghadapi tantangan untuk meningkatkan tax ratio Indonesia pada tahun 2025. Potensi Peningkatan Tax Ratio ini sangat besar, karena Bimo memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman di bidang Ekonomi dengan fokus pada kebijakan perpajakan dan peningkatan kepatuhan pajak secara sukarela. Berada di Direktorat Jenderal Pajak sejak 2003, kemudian di Kemenko Perekonomian, Kantor Staf Presiden, hingga Kemenko Marves, memberinya perspektif makro dan pemahaman tentang koordinasi lintas sektor. Peningkatan tax ratio tidak hanya bergantung pada DJP, tetapi juga pada sinergi kebijakan ekonomi dan investasi.
Salah satu perhatian utamanya adalah, kepatuhan sukarela wajib pajak melalui sistem digital. Pendekatan ini relevan dengan tren global dan potensi besar untuk mengoptimalkan penerimaan pajak tanpa terlalu banyak bergantung pada penegakan yang represif. Implementasi sistem Coretax yang menjadi perhatiannya juga dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi, yang pada gilirannya bisa mendorong kepatuhan Wajib Pajak.
Pengalaman Bimo Wijayanto sebagai auditor di PwC dan komisaris di beberapa BUMN memberikan wawasan tentang perspektif dunia usaha. Ini bisa membantu dalam merancang kebijakan pajak yang tidak hanya efektif dalam pengumpulan, tetapi juga mendukung iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Meskipun dikenal memiliki rekam jejak yang menjanjikan, Bimo Wijayanto diprediksi akan menghadapi berbagai tantangan dalam upayanya meningkatkan rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia pada tahun 2025. Sejumlah faktor eksternal dan internal disebut menjadi hambatan utama dalam mencapai target tersebut. Salah satu tantangan utama datang dari kondisi ekonomi global dan domestik. Proyeksi pertumbuhan ekonomi, fluktuasi harga komoditas, tingkat inflasi, hingga stabilitas politik dipandang sangat memengaruhi efektivitas pemungutan pajak. Jika terjadi perlambatan ekonomi atau tekanan domestik, target peningkatan tax ratio bisa sulit tercapai.
Di sisi lain, Indonesia masih memiliki basis pajak yang relatif sempit dibandingkan dengan potensi ekonomi riilnya, terutama di sektor informal. Memperluas basis pajak membutuhkan strategi jangka panjang dan upaya intensif yang tidak bisa diraih secara instan. Kepatuhan Wajib Pajak juga perlu menjadi perhatian khusus. Tantangan dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masih besar, terutama terkait praktik penghindaran pajak. Sistem perpajakan dan regulasi yang kompleks serta belum optimalnya implementasi coretax diduga turut menjadi faktor tingginya compliance cost Wajib Pajak di Indonesia.
Meningkatkan tax ratio secara signifikan dalam satu tahun merupakan tantangan besar, mengingat tren stagnasi dalam beberapa tahun terakhir. Meski demikian, Bimo dinilai memiliki modal kuat untuk membawa perubahan, latar belakang akademis yang solid, pemahaman mendalam soal perpajakan, serta pengalaman di berbagai sektor strategis menjadi keunggulan tersendiri.
Adopsi pendekatan digital dan fokus pada peningkatan kepatuhan sukarela menjadi strategi yang dinilai relevan dengan kondisi saat ini. Namun, keberhasilan Bimo sangat bergantung pada beberapa faktor kunci, yaitu dukungan penuh dari pemerintah dan pembuat kebijakan, kondisi ekonomi makro yang stabil, serta kemampuan beradaptasi terhadap dinamika baru di tingkat global maupun nasional.
Secara realistis, peningkatan tax ratio merupakan proses jangka panjang yang membutuhkan reformasi komprehensif. Bimo Wijayanto diyakini memiliki kapasitas untuk memulai dan mengawal proses tersebut, meski pencapaian target ambisius dalam waktu singkat tetap menjadi tantangan berat yang harus dihadapi.
Latar belakang pendidikan Bimo Wijayanto antara lain,
-Alumnus terbaik SMA Taruna Nusantara.
-Lulusan Sarjana Akuntansi dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
-Memperoleh gelar Ph.D. in Economics dari University of Canberra, dengan fokus pada kebijakan perpajakan dan strategi peningkatan kepatuhan pajak secara sukarela.
-Menerima penghargaan Hadi Soesastro Australia Award pada tahun 2014, yang menunjukkan prestasi akademiknya yang luar biasa, khususnya dalam penelitian mengenai cara membuat sistem perpajakan Indonesia lebih adil.
-Melanjutkan studi post-doctoral di Duke University Amerika Serikat.
Sementara Karier dan Pengalaman Bimo Wijayanto diberbagai sektor antara lain,
-Memulai karier sebagai auditor di Pricewaterhouse Coopers (PwC).
-Memiliki rekam jejak yang panjang di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak 2003, menjabat berbagai posisi strategis.
-Pernah menjadi pejabat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, termasuk sebagai Sekretaris Deputi bidang Kerja Sama Ekonomi dan Investasi.
-Memiliki pengalaman di Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai Tenaga Ahli Utama.
-Menjabat sebagai Asisten Deputi Investasi Strategis di Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves).
-Aktif di sektor BUMN, menjadi anggota Komite Audit di PT Asuransi Jasindo sejak Juni 2019, dan pernah menjabat sebagai Komisaris di PT Inka Multi Solusi (Agustus 2019-Maret 2022).
-Menjabat sebagai Komisaris Independen di PT Phapros Tbk sejak Maret 2022 hingga saat ini.
-Terlibat dalam forum-forum perpajakan internasional seperti Study Group on Asian Tax Administration Reform (SGATAR) dan Association on Tax Authorities of Islamic Countries (ATAIC).
-Dosen Paruh Waktu di UGM (2007–2009), mengajar di Pendidikan Profesi Akuntan, Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Selamat untuk Direktur Jenderal Pajak yang baru, Bimo Wijayanto. Pajak kuat, APBN Sehat, Indonesia Sejahtera. (Advetorial)